Chapter 1 (Kira’s Story)
Mamori Kira, asli jepang namun tinggal di korea. Mempunyai saudara kembar bernama Nishimori Sakura. Walaupun kembar, mereka tidak bisa di bilang sama. Akari sakura yang lebih banyak tingkah dan fashionable mempunyai wajah serupa appa-nya. Sedangkan Mamori Kira lebih pendiam dan sporty mempunyai wajah serupa umma-nya. Mereka tinggal di tempat yang sederhana. Appa mereka telah `meninggalkan mereka sejak mereka masih menduduki bangku SD. Sehingga, mereka dan umma-nya harus bekerja keras. Umma yang tidak terlalu suka bekerja keras selalu mengandalkan anak-anaknya. Akari sakura dan Mamori Kira bekerja sebagai waitress. Mereka bekerja sendiri untuk biaya sma mereka. Mereka juga menabung untuk mereka kuliah nanti. Sebenarnya, umma mereka menyuruh mereka agar tak usah melanjutkan sekolah dan mencari pekerjaan yang lebih layak. Namun, mereka tahu betapa pentingnya sekolah untuk menggapai cita-cita. Mamori kira memiliki cita-cita menjadi musisi seperti idolanya, Rain. Sedangkan Akari sakura lebih memilih menjadi designer terkenal dan dikenal seperti idolanya, CL.
*****
Pagi itu, Mamori kira yang biasanya bangun lebih siang dari saudarinya bangun lebih pagi karena teringat pekerjaan yang belum ia kerjakan. Setelah selesai menyelesaikan pekerjaanya, ia mengambil handuk dan mandi terlebih dahulu. Setelah selesai mandi, ia mendengar suara erangan Sakura. Sakura sudah bangun, batinnya. Ia mengintip ke kamar onni-nya itu. Memang ia sudah bangun, namun mukanya masih terlihat mengantuk. Ia berjalan lagi menuju kamarnya. Menggunakan bajunya sambil melamun memikirkan tempat kuliahnya nanti. Ia terus memikirkan hal itu sampai Sakura memanggilnya. “Ya! Kira! Sarapan sudah jadi!” Teriak Sakura. Kira segera buyar dari lamunanya dan segera ke meja makan. Dilihatnya jajangmyodin di atas meja dan langsung ia santap. “Ya, pelan-pelan saja! Kalau kau begitu, kau akan mengotori bajuku!” Geram Sakura. Kira hanya diam lalu menyantap kembali makananya, sedangkan sakura sibuk membetulkan dandanannya. Tiba-tiba Kira berhenti melahap makananya. “Kenapa kau berhenti?” Tanya Sakura. Kira diam sejenak. “Unni, apakah kau pernah berpikir tentang dimana kita kuliah nanti. Biaya kuliah disini sangat mahal kau tau?” Tanyanya. “Hmm, aku juga pernah berpikir seperti itu. Tapi aku juga berpikir sepertinya kita tidak akan bisa melanjutkan ke jenjang kuliah.” Jawabnya dengan sedikit ragu. “Tadinya aku juga berpikiran seperti itu. Bila tidak ada keajaiban, sepertinya kita tidak bisa kuliah.” Kira menjawabnya sambil kembali melahap makanannya. Butuh waktu setengah jam untuk sampai ke sekolah. Untuk itu, mereka harus cepat-cepat mengejar bus dan berharap semoga bus pertama tidak penuh. Sesampainya di sekolah, biasanya mereka ramai berbincang dengan kawan mereka. Namun tidak kali ini. Ujian akhir sekolah sudah datang. Mereka sudah berupaya sekuat tenaga. Kini hanya menunggu hasil dari jerih payah yang telah mereka lakukan selama tiga tahun. Semuanya bersiap untuk mendengarkan hasil-hasil dari apa yang telah mereka kerjakan. “Unni, apakah menurutmu kita akan lulus?” Tanya Kira. “Ya*Panggilan menegur*! Kau tak boleh berpkiran seperti itu. Tentu saja kita lulus!” Kira hanya mendengus. Ia gelisah dengan hasilnya nanti. Satu persatu nama siswa yang lulus di umumkan. Nama Kira ataupun Sakura belum juga muncul. Sampai akhirnya nama terakhir di sebutkan. Bukan namaku ataupun Sakura, apakah aku tidak lulus? Gumam Kira. “Para ibu dan bapak murid. Kini kita panggilkan dua orang murid yang lulus dan juga mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan sekolah ke Seoul Art Collage. Murid yang luar biasa itu adalah,.. Akari sakura dan Mamori Kira. Berikan tepuk tangan untuk mereka.” Kira dan Sakura saling berpandangan. Saling tidak percaya apa yang barusan mereka dengar. Ternyata hasil kerja keras mereka tidak sia-sia. Mereka melihat umma-nya yang ikut senang karena tandanya uang untuk sekolah tidak keluar lagi. Mereka segera mengambil lembaran Beasiswa mereka dan tangis bahagia keluar dari mata Akari sakura.
*****
Hari pertama mereka di Seoul Art collage. Akhirnya apa yang mereka impikan terwujud. Walaupun mereka di sekolah yang sama dan mendapatkan beasiswa yang sama, namun jurusan yang di beri berbeda. Sakura tentunya di jurusan fashion. Dan Kira tentunya di jurusan music. Gugup. Itulah yang dirasakan Kira saat memasuki ruang kelas barunya. Kira berjalan perlahan memasuki kelasnya. Tidak ada kursi yang benar benar kosong, batinya. Ia berputar-putar mencari kursi yang pas. “Ya, kalau mau duduk disini saja” Terdengar suara dari sebelahnya. Kira segera melihat arah suara itu muncul. Ia lalu memandangi anak itu. Rambutnya yang berwarna hitam kecoklatan lebat dan di mowhak di bagian tengah, bajunya berwarna putih di tutupi jaket biru tua dan ditutupi lagi oleh jaket jas berwarna hitam, badanya sepertinya kekar. “Gwencanhayo!” anak itu tersenyum. Dengan ragu, kira menduduki tempat yang telah disediakan untuknya itu. “Hai! Namaku Tae Hyon Bae. Kau?” Tanya anak itu sambil mengulurkan tangannya. “Mamori kira” Jawab kira sambil menyambut uluran tangan anak itu. Anak itu memandanginya dengan bingung. “Kau, bukan berasal dari sini” Tanyanya. “Tidak, aku berasal dari Jepang” “Oh pantas” Kira memandanginya lagi. “Pantas kenapa?” “Muka dan Namamu berbeda jauh dari yang ada disini.” “Oh iya?” “Iya lebih unik”. Kira mendengus kesal, dengan bingung Tae bertanya. “Kenapa?” “Aku kan bukan barang, mengapa kau bilang aku unik?”. Tae hyon bae tertawa kencang diikuti oleh tawa Kira. “Kau lucu”. Kata Tae hyon bae sambil melanjutkan tawanya. Kira tersenyum kecil. “Ya, karena kau belum tau daerah sini, maukah kau ikut denganku berkeliling setelah pelajaran selesai?” Ajak Tae hyon bae. “Boleh saja” Terima Kira dengan senyum. Lalu kira memandangi wajah Tae dengan bingung. Tae yang menyadarinya bertanya pada Kira. “Ada apa?” “Wajahmu terlihat familiar.” Jelas Kira. “Memangnya wajaku pasaran?” Tanya Tae sambil tertawa kecil. “Haha! Mungkin saja!” Canda kira diikuti oleh pukulan kecil Tae.
*****
Hhh, pelajaran ini lebih rumit dari yang kukira, pikir kira. Baru lima jam ia belajar, namun ia sudah mumet dengan apa yang di jelaskan oleh dosennya. “Ya, haja!” Teriak Tae hyon Bae yang membuyarkan lamunanya. “Ayo? Ke mana?” Tanya kira. “Katanya kau ingin ikut aku berkeliling. Palli haja!” Jawab tae hyon bae. “Ne! Tunggu dulu!” kata Kira sambil membereskan iPod-nya lalu mengikuti Tae hyon bae dari samping. Disepanjang perjalanan mereka saling bertukar cerita tentang diri mereka. Tae hyon bae juga mengajaknya ke tempat-tempat yang menurutnya enak. Ada sebuah kebun di belakang sekolah yang menyimpan kedamaian. Ada juga satu café di sekolah yang bisa dijadikan tempat hangout. Dan juga restoran yang enak dan murah. Sampai akhirnya mereka berhenti di lapangan basket karena teman-temannya Tae hyon bae memanggilnya. “Ya! Katanya kau mau bermain hari ini! Ayo!” Teriak teman-temanya. “Iya!” Kata Tae sambil menarik Kira masuk. “Hyong, darimana saja kau? Ayo cepat ganti bajumu!” Kata anak yang sedang berbicara dengan Tae. “Oh, habis mengajak anak baru jalan-jalan. Oh, iya! Kira ini Choi yong, Choi ini Kira.” Kata Tae sambil memperkenalkan diri mereka. “Hai!” “Hei!”. Kira memandangi Choi yong. Ia lebih tinggi dan jauh lebih tinggi dari Kira. Rambutnya yang berwarna pirang rapi dan sedikit basah karena keringat, . “Mm, sebaiknya aku ganti baju dulu” Sela tae. “Jangan lama-lama!” Teriak Choi pada Tae yang sudah lari menjauh. Choi lalu memerhatikan anak itu. “Ya, kau berasal dari mana? Sepertinya wajahmu begitu asing” Kata choi. “Aku? Aku dari jepang. Kenapa hari ini semua orang bertanya begitu padaku?” Jawabnya bingung. Choi lalu tertawa kecil. “Karena namamu dan mukamu memang bukan muka orang Korea”. Kira ikut tertawa kecil. “Mm, apa kau bisa bermain basket?” Tanya Choi. “Apa?” Tanya kira yang tadi sedang melamun. “Kau ini terlalu banyak melamun. Ada apa?” Tanya Choi balik. “Ah, tidak ada apa-apa. Barusan kau bilang apa?” Jawab Kira dengan pertanyaan lagi. “Apa kau bisa bermain basket?” Tanya Choi lagi. “Oh, tentunya!” Jawab Kira. “Baiklah, karena Tae sangat lama, bagaimana kalau kita bermain sebentar! Mau?” Ajak choi. “Boleh! Yang kalah traktir ya?” tantang Kira. “Berani sekali kau! Tapi, baiklah. Yang kalah traktir.” Senyum Choi. Mereka mulai bermain dan ternyata Kira lebih jago dari apa yang di bayangkan oleh Choi. Akhirnya choi kalah lima skor dari kira. Saat itu juga Tae balik ke lapangan. “Dari mana saja kau?” Tanya Kira. “Kamar ganti! Semua sedang ganti untuk drama nanti jadi aku harus dapat giliran paling terakhir.” Jawab Tae. “Kau harusnya lihat aku mengalahkan Choi, dan sekarang ia harus mentraktirku. Haha!” Kata Kira diikuti oleh tawa Tae. “Kau? Kau kalah dari seorang perempuan? Haha!” Ejek Tae. “Ya! Coba kau yang jadi aku! Kau tak akan tau kemampuannya.” Tantang Choi. “Oh, tidak masalah!” “Baiklah!”. Tae dan Kira memulai pertandingan mereka. Sama seperti tadi, tae kalah dari Kira. “Kau ini laki-laki atau perempuan?” Ujar Tae. Kira hanya tersenyum kecil. “Ya! Kalian harus menepati janji kalian.” Kata Kira. “Baiklah!” Kata tae dan choi berbarengan. Setelah kejadian traktiran itu, Kira berpamitan untuk pulang duluan. Sesampainya di rumah, ia bertemu dengan onni-nya. “Darimana saja kau? Sudah makan belum?” Tanya Sakura. “Sudah, dan bukan urusanmu. Yang penting kan aku tidak pulang larut.” Jawab Kira sambil mendentingkan matanya. Tandanya ia akan menceritakannya nanti, bukan di depan umma-nya. Sakura segera mengikuti Kira ke kamar. “Nah, apa yang terjadi denganmu hari ini?”Tanya Sakura pada Kira. “Kali ini aku tidak akan menceritakannya dulu.” Jawab Kira sambil tersenyum. Sakura ikut tersenyum walau sebenarnya ia bingung. Apa yang terjadi pada maknae?, batin Sakura penasaran.
*****
Pagi itu, Kira yang mengenakan baju berwarna hitam yang dilapis jaket jas tanpa lengan berwarna putih yang dipadukan dengan celana jeans abu abu, sampai di sekolah lebih dahulu. Di kelas ia melihat dua kursi yang benar-benar kosong. Ia duduk disana sambil menunggu dosennya datang. Beberapa saat kemudian, kejadian yang tidak di harapkannya terjadi. Seorang anak duduk di kursi sebelahnya. Kali ini bukanlah Tae hyon bae ataupun Choi yong. Kira yang merasa tidak senang dan juga bingung, menatap anak itu. Anak itu menatap balik dengan terengah-engah. “Ya, mengapa kau menatapku seperti itu?” Tanya anak itu sambil masih terengah-engah. Kira hanya menggelengkan kepalanya sambil kembali asik dengan iPod-nya. Cuek sekali, batin anak itu. “Ya, kita belum kenalan ya? Namaku Kwon hyun. Kau?” Tanya anak itu sambil mengulurkan tangannya ke depan mukanya sehingga Kira bisa melihatnya. Ia segera membuka headset-nya dan membalas uluran tangan anak itu dengan senyum. “Mamori Kira.” “Namamu dan mukamu..” “Berbeda. Ya! Karena aku bukanlah orang korea. Aku berasal dari jepang.” Sela Kira. Tiba-tiba Kwon hyun tertawa. “Apanya yang lucu?” Tanya Kira bingung. “Haha! Kau seperti bisa membaca pikiranku saja.” Jawab Kwon sambil masih tertawa. Kira tersenyum kecil. “Kemaren juga banyak orang-orang yang berkata begitu. Makanya aku tau apa yang akan kau katakan.” Jawabnya. Mulut Kwon membentuk huruf ‘o’ yang tandanya ia mengerti. “Ya!” Teriak Tae hyon bae mengagetkan Kwon hyun dan Kira. “Huh! Kau hampir membuat jantungku copot.” Geram Kira. “Haha! Mian! Tapi, apakah kalian tidak lihat papan pengumuman. Kau, kau, aku, Choi yong, Seung ji, dan Dae hyun pyo di panggil ke studio tari. Jadi tidak mengikuti semua pelajaran hari ini.”Jelas Tae hyon bae. “Yes!” Teriak Kwon hyun senang. “Siapa Seung ji dan Dae hyun pyo?” Tanya Kira bingung. “Ah, kau juga akan kenal nanti! Ayo!” Kata Tae sambil menarik tangan Kira dan Kwon. Sesampainya mereka di studio tari, mereka melihat sudah ada dua orang murid dan satu guru. “Baiklah! Kalian sudah tau kan apa tugas kalian dan mengapa kalian kesini?” Tanya pelatih itu. “Kami memang mengerti, tapi bagaimana dengan Kira?” Tanya Tae sambil menunjuk Kira. “Sama! Ia juga akan mendapatkan tugas yang sama seperti kalian.” “Baiklah! Sebaiknya kita mulai latihan. Kita akan tampil lima bulan lagi. Dan kita akan bertarung melawan murid-murid lain. Semoga tim kali ini sanggup mengalahkan tim-tim lainnya. Fighting!.” Jelas gurunya. Setelah latihan beberapa lama, mereka diberi waktu istirahat. “Ya! Lincah sekali kau disana.”Puji seorang anak kepada Kira. “Gomawo!” Balas Kira tersenyum. Anak itu tersenyum. “Eh, kita belum kenalan ya? Namaku Dae hyun pyo.” Kata anak itu. “Kira, Mamori Kira. Dan jangan Tanya tentang muka dan namaku. Aku berasal dari jepang bukan Korea.” Jelas Kira. Dae tertawa. “Kau sepertinya sudah banyak menerima pertanyaan seperti itu.” “Ya! Sudah beberapa kali orang-orang berbicara seperti itu padaku.” Dae hanya tersenyum diikuti dengan Kira. “Mm, apa kau ada acara sehabis kita latihan?” Tanya Dae. “Sepertinya tidak ada. Kenapa?” Tanya Kira balik. “Aku belum makan siang. Kau juga belum bukan? Bagaimana kalau kau menemaniku? Kan tidak enak kalau aku pergi sendirian. Bagaimana?” Ajak Dae. “Boleh saja.” Terima Kira. Akhirnya mereka melanjutkan latihan mereka. Setelah selesai, mereka berpamitan pulang. “Ya! Duluan ya?” teriak Dae. “Mau kemana kau?” Tanya Seung ji. “Mau makan siang. Oh iya, Kira ini Seung ji, Seung ji ini Kira.” Jelas Dae kepada seung ji. “Salam kenal” Ulur Seung ji pada Kira sambil tersenyum. Kira membalas uluran tangan anak itu sambil ikut terseyum. Kira ikut berpamitan dan ikut dengan Dae. Dae mengantarkan kira menuju sebuah restoran. Sesampainya mereka di restoran tersebut, mereka bercerita-cerita dan tidak ada habisnya. “Ini bill-nya” Ujar seorang waitress mengagetkan mereka. “Oh, baiklah.” Kata Kira sambil mengeluarkan dompetnya. Tapi ia kalah cepat dari Dae yang sudah membayar duluan. “Ya! Kau kan tidak berkata akan mentraktirku” Ujar Kira. “Kau juga tidak berkata kalau kau akan mentraktirku. Lagipula, aku kan yang mengajakmu kesini. Ada baiknya kalau aku yang traktir.” Balas Dae sambil tersenyum dan Kira membalasnya. “Ya! Apa yang kalian lakukan disini?” Teriak Tae hyon bae yang datang bersama Kwon Hyun, Choi yong dan Seung ji mengagetkan mereka. “Jangan pernah kau lakukan itu lagi! Kali ini kau benar-benar membuatku terkejut setengah mati.” Geram Kira. “Haha! Mianhae! Kau tidak bilang akan makan disini.” Jelas Tae. “Mengapa aku harus bilang padamu?” Tanya Kira. “Setidaknya kau berpamitan padaku.” Ujar Tae tersenyum. Kira tersenyum sampai akhirnya teringat sesuatu. “Ya ampun! Sudah jam lima? Aku harus pergi! Gomawo, Dae!” Ujar Kira sambil berlari keluar. Dae pun menyusulnya karena ia juga tidak ingin telat untuk pergi ke gym hari ini. “Manis sekali!” Puji Kwon hyun pada Kira yang sudah menaiki bus. “Jangan bilang kau suka padanya!” Ujar Tae. “Aku tak bisa bilang begitu.” Kata Kwon sambil tersenyum kecil. Tiba-tiba, Choi teriak. “Langkahi mayatku dulu!” “Jangan bilang kau juga suka pada dia” Ujar Kwon. “Aku juga tidak bisa bilang begitu.” “Baiklah! Bagaimana kalau kau dan aku taruhan? Siapa yang mendapatkan Kira terlebih dahulu, dapat satu set alat basket? Bagaimana?” “Ok! Kuterima tantanganmu!”.
*****
“Mwo? Kau dikirim balik ke Jepang? Tapi, buat apa?” Tanya Kira kaget setelah mendengar pernyataan dari Sakura. “Katanya aku akan lebih punya banyak peluang disana. Lagipula aku akan mendapatkan pekerjaan disana. Jadi penghasilanku tak akan berkurang.” Jelas Sakura. “Jadi, kau tega meninggalkanku sendirian bersama umma?” Tanya Kira lagi. “Oh, tentu tidak. Umma ingin ikut denganku. Jadi kau bisa bebas disini.” Jelas sakura lagi. Kira yang semula tampak tak senang, sekarang rada baikan. “Bagaimana? Tiketnya mengatakan aku dan umma harus pergi besok pagi-pagi. Jadi kau harus baik-baik disini.” “Hh, baiklah! Tapi, kau jangan lupa untuk mengabariku semuanya.” Pinta Kira. Sakura tersenyum lalu sibuk berkemas-kemas. Hari itupun tiba. Sebelum berangkat sekolah, Kira terlebih dahulu mengantar Sakura dan Ibunya ke bandara dan melihat mereka berdua pergi dengan pesawat jurusan Korea-Jepang. Kini ia tinggal sendirian. Ia segera memanggil taksi karena tak mungkin ia menggunakan bus sekarang. Sesampainya di sekolah, ia langsung di sambut dengan ceria oleh Tae hyon bae. “Darimana saja kau? Tumben sekali baru datang sesiang ini.” Tanya Tae. “Apakah kau harus mengetahui semuanya? Aku harus pergi mengantar onni-ku dan umma-ku ke bandara.” Jelas Kira. “Kau tak pernah bilang padaku kalau kau punya nuna.” Tanya Tae bingung. “Sebenarnya ia kembaranku. Namanya, sakura. Karena dia lebih dulu tiga menit daripada aku, maka kupanggil dia onni.” Jelas Kira lagi, lalu menatap tae bingung. “Tumben sekali kau menungguku disini. Biasanya kau menungguku di kelas sambil mendengarkan iPod-mu.” Tae tertawa kecil. “Itu karena kau belum datang-datang juga. Lagipula apa salahnya aku menunggumu disini?” Kira tersenyum kecil. Tiba-tiba ada yang mencoleknya dari samping. “Ya! Anyonghaseyo,Kira!” Ujar Dae hyun pyo. “Anyonghaseyo!” Balas Kira tersenyum. “Eh, bukankah kau, kau, dan aku dipanggil lagi untuk latihan? Mengapa kalian ke kelas? Tae, kau harusnya sudah tau bukan?” Ujar Dae sambil memandangi tae. Kira yang bingung ikut memandangi Tae. Tae yang grogi karena rencananya gagal, langsung balik arah. “Pasti aku lupa. Hehe!” ujar Tae grogi. “Haha! Ayo! Aku tak mau telat lagi.” Ujar kira sambil berjalan duluan diikuti oleh Dae. “Mmm, kudengar kau jago basket ya? Aku ingin mengajakmu bermain nanti. Mau ikut?” Ajak Dae. “Boleh saja. Lagipula hari ini aku tak punya kegiatan lain.” Tae yang di belakang mereka, diam saja menyaksikan mereka berdua berbincang. “Tae! Mengapa kau melamun?” Ujar Kira yang mengagetkan Tae. “Hah? Oh, tidak apa-apa.” Jelas Tae. Kira tertawa melihat tampang Tae yang mendadak merah dan poni dari mowhaknya mendadak turun dan basah karena keringat terus menerus turun dari dahinya. Dae yang tadinya tak mengerti, ikut tertawa setelah melihat telunjuk kira menunjuk ke arah muka Tae. “Mengapa kalian tertawa?” Tanya Tae bingung. “Haha! Ah, tidak apa-apa. Ayo!” Ujar Kira sambil menarik tangan Tae. Mereka berlari sampai ke arah studio. Di sana guru tari mereka belum datang. Sehingga mereka harus menunggu selama setengah jam. Kwon hyun yang tadinya masih pasang raut muka tak senang pada Choi yong jadi kembali ceria setelah melihat tawa dari Kira. Melihat Kira yang terengah-engah dan duduk di sebuah kursi panjang, Kwon hyun segera menempatkan diri di samping Kira. “Mengapa kau terengah-engah begitu?” Tanya Kwon. “Hhaha! Kau tidak akan percaya ini!” tawa Kira. Ia lalu menjelaskan semua kejadian sepuluh menit yang lalu. Setelah mendengarnya, Kwon pun ikut tertawa. Kwon mulai berbincang-bincang seru dengan Kira. Melihat hal tersebut, Choi segera menempatkan diri di sebelahnya Kira. Mereka terlihat bersenang-senang. Tae yang tidak bisa melakukan apa-apa hanya diam berdiri di depan lokernya. “Ya! Kau kenapa?” Ujar Seung ji mengagetkan Tae. “Hah? Aniyo! Gwencanhayo.” Jelas Tae kaget. Tiba-tiba Seung ji tertawa kecil. “Kau menyukainya bukan?” “Hm?” “Mamori kira, kau menyukai anak itu bukan. Kulihat itu dari pandangan matamu.” Tae hanya diam mendengar tanggapan itu. “Tenang. Aku tak akan memberitahu Kwon ataupun Choi. Tapi, kau harus segera mengatakan perasaanmu kepadanya.” Ajak Seung ji. “Hh, aku tak yakin. Nanti saja. Lagipula, aku dan Kira baru saling kenal. Tak mungkin mengatakan hal itu sekarang.” Jelas tae. “Apa kata kau sajalah!” Ujar seung ji sambil meninggalkan Tae sendirian. Tae memikirkan kata-kata yang di ucapkan Seung ji barusa. Kau harus segera mengatakan perasaanmu padanya. Tae kembali berfikir. Mungkin saja Kira jatuh cinta padaku, batin Tae. Tapi, ia segera menggelengkan kepalanya sendiri. Ah, tidak mungkin! Lagipula, Kwon atau Choi yang mungkin akan mendapatkannya duluan.
*****
Choi dan Kwon orang yang menarik, pikir Kira. Kira yang duduk diantara mereka, selalu tertawa dengan kata-kata mereka. Tak sengaja ia menoleh ke arah Tae. Mukanya menunduk. Kelihatanya ia sedang sedih. Lalu ia bangun dan berjalan ke arah Tae. “Kau kenapa?” Tanyanya yang membuat Tae bingung. “Hah? Aku tidak apa-apa!” Jawab Tae. “Raut mukamu tak mengatakan seperti itu. Ada apa?” Tanya Kira lagi. Tae tertawa kecil. “Aku tak apa-apa. Serius!” Jawabnya sambil mengancungkan kedua jari tangannya membentuk huruf ‘v’. Kira tertawa kecil. “Mmm, Ya! Apa kau ada waktu besok?” Tanya Tae. “Besok? Tentu saja! Besok libur bukan?” Balas Kira dengan pertanyaan. “Ya! Mm, aku ingin mengajakmu jalan-jalan. Kau mau?” Ajak Tae. “Boleh-boleh saja! Lagipula tak ada lagi yang kulakukan besok.” Jawab Kira. Tae tersenyum diikuti oleh Kira. “Kira!” Namanya di panggil oleh Kwon hyun yang sedang berjalan ke arahnya. “Ada apa?” “Mmm, apa kau ada acara sehabis ini?” Tanya Kwon. “Sebenarnya ada! Aku dan Dae berencana untuk bermain basket hari ini.” Jelas Kira. Damn!, seru Kwon dalam hati. “Mm, bagaimana kalau besok?” Tanyanya lagi. “Aku dan Tae berencana untuk jalan-jalan.” Jelas Kira lagi sambil menunjukan jarinya pada Tae. Kwon mengaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. “Kalau minggu?” Tanya Kwon sedikit takut. “Kosong. Ada apa?” Tanya Kira. Yes! Akhirnya!, teriak Kwon dalam hati. “Aku ingin membeli sneakers baru. Maukah kau menemaniku?” Tanya Kwon. Kira tampak ragu-ragu. “Ayolah! Kau sendiri yang bilang tidak ada acara apa-apa hari minggu bukan?” “Mm, arasso!” akhirnya Kira menerima ajakan Kwon. Guru mereka akhirnya datang. Mereka berlatih menari sampai jam tiga sore. Setelah selesai, Kira dan Dae adu lari menuju lapangan basket. “Haha! Aku sampai duluan!” Teriak Kira pada Dae. “Haha! Harusnya aku bisa membalapmu tadi kalau saja aku tidak menabrak orang.” Dae dan Kira tertawa bersama. Tae hanya bisa menyaksikan keceriaan mereka dari jauh. Kata-kata Seung ji kembali ter-ngiang di kepalanya. Tapi, ia tau. Tak mungkin seorang Kira akan menerima penyataan darinya. Ia kembali melihat ke arah lapangan. Di lihatnya, Kira dan Dae asyik bermain, tertawa riang, hanya berdua.
*****
Lagi-lagi untuk yang sekian kalinya, Dae kalah dari Kira. “Haha! Ayolah! Katamu kau kapten basket disini. Kenapa kau terus-terusan kalah dariku?” Ejek Kira. “Haha! Aku juga tidak mengerti.” Ujar Dae. Mereka menyudahi permainan mereka setelah Dae kalah dua puluh skor dari Kira. “Ya! Maukah kau menemaniku ke perpustakaan besok?” Tanya Dae. “Hmm, andwaeyo. Aku dan Tae berencana jalan-jalan besok.” Jawab Kira. “Oh, begitu! Baiklah! Mmm, mau ku antar pulang?” Ajak Dae. “Ah, tidak usah. Lagipula jarak rumahku dekat kok. Aku hanya perlu naik bis. Bahkan aku bisa jalan kaki kalau aku mau.” Tolak Kira. “Sedekat itukah? Baiklah kalau kau tak mau. Sampai bertemu senin ya! Anyong!” Salam Dae. “Annyong!” Balas Kira sambil melambaikan tangannya pada Dae. Kira yang sedang asyik dengan iPod-nya, menabrak Tae yang daritadi memperhatikan mereka. “Ya! Ku kira kau sudah pulang.” Tanya Kira bingung. “Ehh, emm, jaketku tadi ketinggalan. Jadi aku balik lagi untuk mengambilnya. Apa yang kau lakukan disini sesore ini?” Tanya Tae balik. “Aku bermain basket dengan Dae.” Jawab Kira. “Kau mau ku antar pulang? Sekarang sudah jam enam sore dan tak mungkin lagi ada bis yang masih mau menerima penumpang.” Ajak Tae. “Aku bisa jalan kaki!” “Kau kan perempuan! Aku tau kau mempunyai kemampuan seperti seorang lelaki. Tapi, tak mungkin kan seorang perempuan jalan kaki sendirian?” Ujar Tae. Kira masih ragu-ragu. “Ayolah!” Ujar Tae sambil menarik tangan Kira menuju mobilnya. Di bukakannya pintu mobilnya. Namun, Kira masih belum mau masuk. “Hhh, aku akan tetap begini sampai kau mau masuk ke dalam mobil.” Ujar tae. Akhirnya dengan terpaksa Kira masuk ke dalam mobil Tae. Tae menutup pintu sisi Kanan dan membuka pintu sisi Kiri. “Sekarang katakan alamatmu.” Kira lalu menjelaskan rumahnya. Tae menyalakan mobilnya dan mulai melaju. Sesampainya di rumah Kira, “Gomawoyo, Tae!” Ujar Kira sambil membungkuk. “Bukankah ada baiknya kalau kau mampir sebentar?” Lanjutnya. “Ah! Tidak usah repot-repot. Lagipula sekarang sudah begitu larut. Aku harus segera pulang. Sampai bertemu besok! Anyong!” Ujar tae sambil kembali menyalakan mobilnya. “Annyong!” Balas Kira. Dae yang telah sampai di rumah loncat kegirangan di atas kasurnya. Dae yang baru kenal dengan Kira, sudah tergila-gila padanya. Dae merasa Kira-lah yang selama ini dia cari. Tae yang masih dalam perjalanan menuju rumahnya tersenyum senang karena telah berhasil mengantar Kira pulang. Tae juga tak sabar menunggu hari esok tiba. Di sebuah rumah, Kwon masih terus memikirkan Kira. Anak perempuan yang manis walaupun tidak menyukai apa-pun yang suka dilakukan oleh perempuan biasanya.
*****
Hari sabtu pun tiba. Tae yang menggunakan kaos putih tanpa lengan yang ditutupi jaket berwarna cokelat muda yang dipadukan dengan celana berwarna abu-abu siap menjemput Kira yang sekarang telah selesai mengenakan baju abu-abu yang ditutupi jaket berwarna putih dan dipadukan dengan celana jeans putih. Tae segera menyalakan mobilnya dan menjemput Kira. Tae mengajak Kira berkeliling-keliling sampai akhirnya berhenti di satu tempat. “Mengapa kita berhenti?” Tanya Kira. “Kita belum makan siang bukan? Lagipula ini restoran favoritku. Bagaimana?” Tanya Tae sambil membukakan pintu Kira. “Terserah kau saja sih!” Jawab Kira. “Memang kau ide tempat lain?” Tanya Tae bingung. “Ah, tidak! Hanya saja, dulu aku dan Sakura sering menghabiskan waktu disini.” Jelas Kira. “Kau sering makan disini?” “Oh, annyo! Dulu kita bekerja disini. Sebagai waitress. Aku juga pernah bertemu kau disini sebelumnya. Itu kenapa wajahmu terlihat begitu familiar. ” Jelas Kira lagi sambil tertawa kecil. “Aku tidak ingat pernah bertemu kau disini.” “Oh iya? Bagaimana kalau aku ingatkan lagi. Waktu itu kau sedang memesan dak bulgogi. Aku ingat karena waktu itu kau terus-terusan membolak-balikan menu. Lalu, karena aku lupa menaruh tanda lantai basah, Sakura terpeleset dan menumpahkan makanannya ke tubuhnmu. Dan aku yang terus-terusan minta maaf dan..” “Dan karena aku tak terima, aku menumpahkan sisa dari makanan yang ada ke Sakura dan Kau.” Jelas Tae yang membuat mereka berdua tertawa terbahak-bahak. Tawa mereka terhenti seketika ketika mendengar suara klakson mobil dari belakang mereka. Orang itu segera turun dari mobil dan berjalan kea rah mereka. “Annyonghaseyo Kira! Tae! Apa yang kalian lakukan disini?” Tanya Anak itu yang ternyata Dae. “Aku dan Tae sedang ingin jalan-jalan. Apa yang kau lakukan disini?” Tanya Kira balik. “Aku? Aku baru saja membeli stik drum baru.” Jelas Dae sambil menunjukan stik drumnya yang berwarna hitam kemerah-merahan. Kapan dia pulang?!. batin Tae tidak senang. Tapi beberapa lama kemudian, do’a Tae terkebulkan. Dae menerima telpon dari hyong-nya untuk segera pulang. “Aku pulang dulu ya? Anyonghigaseyo Kira! Anyonghigaseyo Tae!” Pamit Dae sambil membungkuk. “Anyonghigyeseyo Dae!” Balas Kira sambil melambaikan tangan pada Dae yang sudah sampai di mobil. “Mm, kau mau masuk?” Tanya Tae yang mengagetkan Kira. “Iya! Tentu saja.” Ujar Kira yang mengikuti Tae masuk ke dalam. Mereka segera memesan makanan. “Tunggu disini sebentar.” Ujar Tae. “Kau mau kemana.” Tanya Kira. “Sebentar saja!” Ujar Tae yang keluar sambil tersenyum. Setelah menunggu beberapa lama, Tae kembali membawa sekantong tas penuh dengan lollipop.”Untukmu.” Ujar tae sambil menjulurkan kantong tas tersebut. “Kudengar kau adalah pecinta lollipop, jadi tak ada salahnya kan ku belikan sedikit untukmu.” “Wah! Gomawo Tae! Kau tau darimana kalau aku pecinta lollipop?”. Tanya Kira. “Eum, bagaimana kalau ku bilang aku tau dari blog mu? Apa kau percaya?” “Tapi, aku tak pernah menuliskan ‘aku suka lollipop’ di blogku.” Tae tersenyum. “Anggap saja aku tau dari seseorang yang dekat denganmu. Arasso?” Kira hanya menganggukan kepalanya. Pesanan mereka datang dan mereka segera menyelesaikan acara makan siang mereka dan melanjutkan perjalanan. “Ya! Bagaimana kalau kita pergi ke hutan? Kan seru! Bagaimana?” Ajak tae. “Aku tak tau kalau di sekitar sini ada hutan.” Ujar Kira bingung. Tae hanya tersenyum kecil dan melaju menuju tempat yang dituju. Sesampainya disana, Kira terkejut melihat tempat yang mereka datangi. “Wow!”. Tae hanya tersenyum kecil mendengar respon dari Kira. Akhirnya mereka berheni di tengah-tengah hutan tersebut. Lalu Tae turun dari mobil diikuti oleh Kira. “Coba kau naik ke atas mobil.” Ujar Tae. “Apa?” Tanya Kira yang daritadi bengong. “Coba kau naik ke atas mobilku.” Ujar Tae lagi. “Bagaimana caraku naik ke atas mobilmu?” Tanya Kira. “Begini!” Ujar Tae sambil menunjukan caranya pada Kira. Kira mencoba mengikutinya, dan berhasil tapi tentu saja dengan bantuan Tae. “Wow! Malah lebih bagus kalau dilihat begini.” Ujar Kira. “Ya kan? Apalagi disini lebih dingin dan sejuk daripada di kota.” Kata Tae. “Tentu saja! Itu yang dinamakan hutan bukan?” Mereka berdua berbincang-bincang disana dan tak terasa hari sudah larut. Kira segera turun dari mobil yang diikuti oleh Tae. Tae segera menyalakan mobilnya dan mengantarkan Kira pulang. Setelah memastikan Kira sampai di rumah dengan selamat, Tae segera pulang dan berharap hari seperti ini terulang lagi.
*****
Keesokan paginya, Kwon hyun dandan dengan rapi. Ia mengenakan baju putih dan celana jeans serta menggunakan topi hip-hopnya. Ia segera mengambil kunci mobilnya yang tergeletak di atas meja makan dan setengah berlari menuju mobilnya. Kwon menaiki mobilnya dengan girang. “Kwon, tidak sarapan?” Tanya umma-nya. “Nanti saja!” Ujar Kwon sambil menaiki mobilnya. Ia menyalakan mesin mobilnya lalu segera menunggu Kira di tempat yang sudah di janjikan. Sepertinya aku kepagian, batin Kwon. Ah, biarlah! Yang penting bertemu dengan Kira.Sementara itu, Kira yang baru selesai mengenakan Baju warna-warni cerah dan mengenakan jaket kuning berjalan kaki ke tempat yang Kwon maksud. Sesampainya di sana, Kira sengaja tak memberitahu Kwon kalau ia sudah sampai. Ia putar balik lalu mengagetkan Kwon. Kwon yang tidak tau sama sekali loncat karena saking kagetnya. “Haha! Anyonghaseyo, Kwon!” Sapa Kira sambl tertawa. “Anyonghaseyo! Kau benar-benar mengagetkanku!” Ujar Kwon. “Mian! Habis, kau terlihat bosan disini.” Ujar Kira sambil membungkuk. “Haha! Itu karena kau lama sekali datangnya.” Jelas Kwon. “Kau yang terlalu cepat datang! Kau bilang, kita akan bertemu disini pukul 09.30. Sekarang saja baru jam 09.20!” Bela Kira. Kwon tertawa mendengar suara Kira yang terdengar sangat memelas. “Kenapa kau tertawa?” Tanya Kira. “Ah, Annyo! Haja!”Ujar kwon sambil menarik tangan Kira menuju mobilnya. Kwon membawa mereka pergi menuju satu gedung. Kwon lalu memarkirkan mobilnya tepat di depan gedung tersebut. Kira merasa asing dengan tempat tersebut sekaligus terkagum hingga tak sadar mulutnya telah menganga lebar. “Ya! Mau sampai kapan kau melakukan itu?” Ujar Kwon sambil tersenyum mengagetkan Kira. “Ka.. Kau.. Kau yakin ini tempatnya?” tanya kira tergagap. “Apa salahnya aku mengunjungi tempat milikku?” Jawab Kwon. “Haja!” Lanjutnya sambil melingkarkan tangannya di pundak Kira dan mendorongnya masuk ke dalam. Di dalamnya, Kira melihat satu koridor besar, tak ada lampu di sepanjang jalan namun beberapa lilin warna-warni tampak terang di sekitarnya. Makin lama cahaya makin terang, ia makin terkagum dengan isinya. Banyak sekali toko-toko yang menjual pakaian, sepatu, dan juga benda-benda yang lain. Kwon mennuntunnya menuju sebuah stand sepatu yang begitu besar. Sementara Kwon mencari-cari sepatu yang ia inginkan, Kira berjalan-jalan keliling stand tersebut. Ia melihat sepasang sneakers berwarna hitam dihiasi corak-corak gambar dengan warna putih. Ia tertarik, ia membalikkan sepatu tersebut dan hampir menjatuhkan sepatu tersebut. Mwo?! US$2500?! Untuk sebuah sepatu?, batin Kira. Ia mengembalikkan sepatu tersebut ketempatnya dengan sangat hati-hati. Kwon melihatnya dari jauh lalu tersenyum. Ia meminta salah satu penjaga toko tersebut membungkuskan sepatu tersebut untuknya. Ia melihat Kira sedang duduk diluar stand sepatu. Kwon lalu menghampiri Kira dengan kotak bingkisan berwarna biru tua dan pita berwarna kuning di sembunyikan di belakang punggungnya. “Ya! Kenapa kau lama sekali?” Tanya Kira yang melihat kwon duduk disampingnya. “Tada! Untukmu!” Ujarnya sambil menyerahkan bingkisan tersebut ke depan muka Kira. Kira mengambilnya dengan perlahan dan mulai membuka isinya. Ia kaget melihat isinya ternyata sepatu yang ia inginkan tadi. “Wae..” “Sudahlah! Aku tahu kau menginginkannya. Anggap saja ini hadiah dariku.” “Hadiah? Eum, gomawo!” ucap Kira pada Kwon yang sedang tersenyum lebar. Tiba-tiba nada dering hp Kira berbunyi. Ia lalu membuka flipnya. “Yoboseo! Tae-ya? Wae? Na gwencanhayo! Eh? Waeyo? Ah, arrasoyo arasso! Ne? Andwae! Ani! Geure? Ne, annyong!” “Dari siapa?” Tanya Kwon. “Ah, Tae! Wae?” “ani!” Ujar Kwon. “Kira, kau mau makan es krim di luar? Aku yang traktir.” “Terserah kau saja!” “Ayo!” Ujar kwon sambil menggandeng tangan Kira.
*****
Tae menutup hpnya mengakhiri pembicaraanya dengan Kira. Teringat dengan janjinya bersama Seung ji, Dae hyon pyo, dan Choi yong, ia segera mengambil jaket abu-abunya untuk menutupi kaos dalamnya. Tae menghela nafas panjang. Seung ji yang menyadari hal tersebut mendekati Tae. “Kau masih belum mengatakan padanya?” Tanya Seung ji pada Tae. “Aku tak ada niat untuk mengatakkan hal seperti itu pada Kira. Aku juga yakin, kalau tidak Kwon dan Choi, Kira akan berkencan bersama Dae atau mungkin saja kau.” Ujar Tae. “Aku? Haha! Tak mungkin. Aku sudah menyukai lee kin dan tetap lee kin.” Bela Seung ji. “Mungkin saja kau jatuh cinta padanya.” “Lalu merelakan persahabatan kita hanya karena gadis itu? Tak mungkin terjadi!” “Kau memang teman sejati-ku” Ujar Tae sambil memukul pundak Seung. Seung ji hanya tertawa riang. Ia merasa kasihan pada Tae. Ia tak ingin sahabatnya itu mengalami nasib malang seperti dulu lagi. Dulu, Tae pernah menyukai seorang perempuan bernama Kim lee hyun. Namun, akhirnya Kim lee hyun lebih memilih Lee ji sung yang padahal sahabat dekatnya. Dulu Tae hyon bae dan Lee ji sung sangat dekat, bahkan bisa dibilang Lee ji sung adalah dongsaengnya Tae. Tapi, sejak peristiwa itu dan Lee ji sung pindah ke Jepang, mereka tak pernah lagi bertemu. “Apa yang sedang kau bicarakan dengan Tae?”Tanya choi pada Seungji. “Bukan apa-apa. Dae, bisakah kau menutup hp-mu dulu?” Pinta Seungji. Dae menoleh sambil menutup hp-nya. “Memangnya kenapa?” Tanya Dae. “Kepalaku sakit mendengar kau membuka slide hapemu lalu mengetik dan menutup lagi. Ditambah ringtone mu yang sangat berisik.” Jelas Seungji. “Mianhae hyong! Aku akan silent hp ku.” Ujar Dae sambil mengotak atik hapenya. Tae kembali menenggelamkan mukanya di dalam topi agar tak ada yang melihat kesedihannya.
*****
“Bagaimana rasanya?” Tanya kwon pada Kira. “Enak sekali! Gomawo kwon.” Ujar Kira sambil tersenyum lebar dan melahap blueberry cheesecakenya. “Pilihanku pas bukan? Walaupun tempat ini kecil, jangan pernah remehkan rasa es krim disini.” “Aku juga pernah dengar artis terkenal big bang makan di tempat ini.” “Bahkan mereka jadi mascot disini kau tau?” “Geure? Kalau aku penggemar mereka, aku pasti akan sering-sering kesini.” Kwon lalu memandangi kira. “Kau bukan penggemarnya?” Kira menggelengkan kepalanya. “Aku lebih menyukai bi rain. Walaupun ia sudah sedikit tua, tapi aku mengagumi badannya suaranya dan tariannya.” Jelas kira. “Oh! Omo! Kau tau, bi rain akan menggelar konsernya di gwangju. Apakah kau akan mendatanginya?” Tanya kwon. “Sebenarnya aku ingin melihat konsernya. Tapi gwangju terlalu jauh dari sini. Mau naik apa aku? Tak mungkin aku membuang uangku hanya untuk pergi ke gwangju.” “Bagaimana kalau aku mengantarkanmu ke gwangju? Mau?” Tawar Kwon. “Dalam rangka apa?” “Kapan kau berulang tahun?” Kira diam sejenak. “15 juni kemarin. Waeyo?” “Anggap saja aku memberimu hadiah untuk ulang tahunmu yang sudah lewat. Bagaimana?” Kira langsung tersenyum lebar. “Gomawo! Kwon jjang!” Puji Kira. “Aigo! Tak usah pakai puji-pujian segala. Tapi aku ingin kau tak terlalu dekat dengan choi. Arachi?” Ujar kwon sambil mengacak acak rambutnya Kira. “Waeyo?” “Aku hanya tidak senang bila kau dekat dekat dengan choi.” “Kukira kalian berdua sahabat.” “Dulu, iya! Tapi, ah! Tak pantas rasanya aku menceritakannya padamu. Pokoknya jangan terlalu dekat dengan choi hyong.” “Arasso!” Ujar kira sambil tersenyum. Tiba tiba terdengar ringtone ‘Sunset glow’ dari hp Kira. Kira segera mengangkatnya. “Yoboseo? Sasangnim? Ne! Algetsimoyo! Ne! Gamsahamnida!” “Ada masalah apa?” Tanya kwon. “Ani! Aku pergi duluan ya? Jalga!” Ujar kira sambil berlari pergi. “Ya*Panggilan menegur*! Kira-ya!” Kwon mencoba berteriak memanggil Kira, tapi tak ada gunanya karena kira sudah tak terlihat lagi di mata kwon. Ada apa dengan Kira? Kalau tidak salah aku mendengar kata-kata sasangnim. Apakah dosennya memberinya tugas? Tapi hari ini libur bukan? Aiseu! Kenapa aku tak mengantarnya saja kalau begitu. Seharusnya aku bisa menahannya. Ah! Baboreoji!
*****
Huh! Tak biasanya lee sasangnim memanggilku begitu. Apa yang terjadi? Batin Kira. Kira buru buru berpamitan pada kwon dan melesat pergi mengejar bus agar tak tertinggal. Sesampainya di seoul art collage, ia mencari-cari dosennya yang di maksud. Setelah menemukan ruanganya, Kira mengetuk pintunya dan masuk perlahan. “Annyonghaseyo sasangnim! Kenapa sasangnim menelpon saya?” Tanya Kira sambil melangkah masuk. “Ah, kira! Eum, apakah kau mau masuk ke tim drama kali ini? Saya baru saja melihat catatanmu. Dalam seni kau dapat melakukan segalanya, namun anda sangat kurang di biologi dan sejarah. Bagaimana?” “Tapi sasangnim, kalau saya boleh jujur, saya takut dan paling takut untuk tampil di depan teman-teman saya sendiri.” “Maksudmu kau takut salah? Takkan ada yang tahu jika kau teap beracting dan dapat improvisasi.” “Tapi sasangnim..” Ms. Lee menyelak, “Kira, kau tahu, tim drama kali ini sangat membutuhkan seseorang yang terampil dan ahli sepertimu. Kalau tidak, kita tak akan masuk kejuaraan. Bagaimana? Disini akan banyak yang ikut membantumu dan juga kau tak perlu takut walaupun ini sangat berbeda dari menari dan menyanyi. Arachi?” Kira diam sejenak lalu mengangguk. Lagipula disini ia berjuang untuk meraih prestasi bukan untuk menutup diri. Setelah berpamitan dengan Ms. Lee, ia keluar dari kampusnya dan tak sengaja menabrak seseorang. “Ya! Hati-hati kalau kau jalan.” Teriak Kira pada orang yang menabraknya sambil membereskan barang-barang yang keluar dari tas selempangnya. “Mianhae kira!” Kira berhenti memungut barang-barangnya dan mendongak. Ternyata yang barusan menabrak ia adalah Dae hyun pyo yang sedang tersenyum kearahnya. “Dae? Apa yang kau lakukan disini?” Ujar Kira. Dae jongkok dan membantu kira memungut barangnya. “Aku sedang mencoba mencari udara segar. Kenapa kau ada disini?” Tanyanya. “Aku? Aku dipanggil oleh Ms. Lee.” Dae mendongak kearah Kira. “Dipanggil kenapa?” “Eumm, ah tidak apa-apa!” Ujar Kira bingung. “Wae?” Tanya Dae memaksa. “Gwencanhayo!” “Waeyo?” Kira diam sejenak. “Hh, kau itu keras kepala ya?” Ujar Dae. “Nanti kau juga tau.” Jelas Kira tersenyum. Semua barang-barang Kira telah terkumpul. Dae lalu membantu Kira berdiri. “Ya! Bagaimana kalau kau ku antar pulang. Kali ini sudah benar-benar malam. Dan aku tak akan membiarkanmu pulang sendirian jika aku tau aku sanggup mengantarmu.” Ujar Dae. Kira menolahkan kepalanya ke kiri dan kanan lalu menatap Dae. “Arasso!” Mereka berjalan menuju mobil Dae. Dae lalu membukakan pintu sisi kanan mobil untuk kira dan segera masuk lewat sisi kiri dan mulai menyalakan mobilnya. “Kau ini aneh!” Ujar Dae pada kira. “Waeyo?” Tanya kira sambil menatap dae dengan pandangan bingung. “Kemaren kemaren, kau menolak ajakanku, kali ini kau menerimanya dengan mudah.” “Lalu apa yang aneh? Aku sudah merasa dekat dengan kau dan yang lainnya.” “Hanya itu alasannya? Tak ada yang lain?” Kira menggelengkan kepalanya. “Kurasa tak ada.” Ujar kira. “Kau ini anak yang aneh tapi jago dalam banyak hal. Bahkan lebih jago dariku.” “Kau belum tau? Aku sangat membenci sejarah. Sampai sekarang yang kuingat hanyalah tanggal kemerdekaan korea, 15 agustus 1945. Selain itu tak ada yang masuk ke dalam otakku.” Jelas Kira. “Lalu music jenis apa yang kau sukai?” Tanya Dae. “Mm, aku lebih menyukai music hip hop dan apapun yang kedengarannya enak.” “Lalu jenis kue yang kau sukai?” “Aku suka segala jenis kue, coklat, dan lollipop.” “Oh, pantas.” “Pantas kenapa?” “Hp-mu hp lollipop bukan?” Kira memandang Dae dengan bingung. “Bagaimana kau bisa tau?” “Kau tau, hp ku ini mempunyai fasilitas mengetahui kepada nomor apa dan jenis hp apa yang mengirimkan sms kepada hp ku. Kenapa hp mu lollipop?” “Sebenarnya aku mau hp moneta yang diiklankan oleh BI Rain. Tapi, hpnya terlalu kecil.” “Kalau hp nya terlalu kecil, kenapa kau mau membelinya?” “Aku salah satu penggemar Rain.” Dae hanya menganggukan kepalanya kecil. “Jadi, kau ini gadis aneh yang benci sejarah, penyuka music hip hop, menyukai segala jenis kue, coklat, dan lollipop dan salah satu pernggemar Rain. Ada lagi yang dapat ku ketahui?” Ujar Dae pada Kira. “Hah? Oh, kenapa kau bertanya seperti itu? Hal itu membuatku tak nyaman kau tau.” Kata Kira pelan. “Oh, sekarang aku mengerti dirimu.” “Mengerti apa?” “Aniyo!” Jawab Dae sambil tersenyum. “Michyeosso, jongmal michyeosso!” Ejek Kira. “Haha, setidaknya aku bukan salah satu gadis aneh fanatic Rain bukan?” Ujar Dae sambil menerima satu pukulan kecil dari Kira. Tiba-tiba mobil Dae berhenti di suatu tempat. “Kenapa kita berhenti?” Tanya Kira. “Aku lapar dan belum makan sejak tadi siang. Ayo turun, aku traktir deh.” Ujar Dae sambil membukakan pintu agar Kira dapat keluar. Setelah mengunci pintunya, Dae mengulurkan tangannya pada Kira. Kira menyambutnya dengan senyum. Mereka masuk ke dalam restoran tersebut dan duduk mengahadap sebuah jendela besar yang diluarnya terdapat pemandangan kota Seoul dengan indah. “Wah! Aku tak tau Seoul seindah ini.” Kagum Kira. “Kau tinggal di seoul selama ini, tapi tak tau tempat ini?” Tanya Dae yang dibalas dengan anggukan Kira. “Aku tak pernah punya waktu untuk datang ke tempat seperti ini.” “Apa yang kau lakukan?” “Aku hanya mempunyai waktu untuk belajar, belanja barang, bekerja, dan juga pergi ke perpustakaan. Aku jarang sekali pergi ke tempat mewah seperti ini.” Dae hanya menggagukan kepalanya tak jelas. “Berarti, aku orang pertama yang membawamu ke tempat semewah ini?” Tanya Dae. “Ya begitulah! Waeyo?” “Ani, hanya memastikan saja!” “Memastikan apa?” “Ah, tak jadi.” Makanan yang mereka pesanpun datang. Kira dan Dae memakan pesanan mereka lalu mereka duduk diluar sejenak memerhatikan kota seoul. Dae lalu memerhatikan Kira. “Kau tau, cuaca di luar saat ini sedang dingin. Mengapa kau hanya mengenakan baju berlengan pendek?” “ Semua bajuku masih ada di laundry, ini satu-satunya baju yang ada didalam lemari pakaianku.” Jawab Kira. Dae lalu melepas jaketnya dan menghampiri Kira lalu mengenakan jaketnya pada Kira secara perlahan. “Hei! Apa yang kau lakukan?” “Kuyakin kau sedang kedinginan, bibirmu saja sudah membiru.” Jawab Dae. “Lalu bagaimana dengan kau?” “Ah, gwencanhayo! Aku seorang laki-laki, dan tak mungkin laki-laki dapat kedinginan sebegitu mudahnya. Arachi?” “Tapi kau kan tetap manusia. Menurutku kau tak akan tahan cuaca dingin seperti ini tanpa jaket ini.” “Baiklah, aku akui aku kedinginan. Tapi jangan lepaskan jaketmu, aku punya ide.” Dae lalu melingkarkan tangnya di sekitar bahu Kira dan menarik kepala Kira agar jatuh ke dadanya. “Kau tau, dengan begini, jauh lebih hangat. Benar kan?” Kira hanya diam dan tak dapat berkata-kata. Tanpa mereka sadari, Tae tak sengaja melihat mereka dari kejauhan. Saat itu, Tae baru mau pulang sehabis latihan taekwondo. Tae merasa hatinya panas, sakit, dan ia mulai memegang dadanya. Ia berbalik arah dan menarik nafas. Ia segera pulang dan berharap ia dapat melupakan kejadian tersebut walaupun ia tau itu sulit dilakukan.
*****
Tae yang sedang menyetir mobilnya yang bercat hitam kecoklatan tiba-tiba mendapati rumahnya sedang ada orang lain. Ia melihat sebuah mobil berwarna pink muda dengan dominan putih sedang parkir di depan rumahnya. Ketika ia memberhentikan mobilnya, ia melihat seorang perempuan dari mobil tersebut dan berjalan ke arahnya. Perempuan terssebut mengenakan dress selutut berwarna emas, legging berwarna hitam serta jaket sedada berwarna silver dominan hitam. Rasanya aku kenal seseorang dengan aksen seperti ini, batin Tae. Tae turun dari mobil. “Hai, Tae! Lama tak jumpa! Annyonghada?” Kata perempuan itu. Tae mengangkat alisnya. “Nuguseyo?” “Kau tak kenal lagi denganku?” Tae menggelengkan kepalanya lalu menatap gadis itu dengan tatapan bingung. “Aku Kim lee hyun. Kau tak mungkin lupa kepadaku.” Ujar gadis itu yang membuat Tae terperanjat. Nama itu.. “Ya! Kau tak akan mengajakku masuk?” Tanya hyun. “ Hh, aku sedang ingin istirahat, jangan ganggu aku! Lebih baik kau pulang!” Ujar Tae dengan sedikit membentak. “Kukira kau akan rindu padaku setelah 5 tahun tak bertemu.” Ujar Hyun memelas. “Ya**! Untuk apa aku rindu padamu? Sudah! Aku mau masuk! ” Bentak Tae sambil melangkah pergi. Hyun melihat Tae masuk ke rumahnya. Kurasa dia masih suka padaku. Aku janji akan datang lagi besok, batin Hyun sambil senyum sendiri. Ia menaiki mobilnya yang berasal dari jepang itu lalu mengendarainya pulang. Di rumah, Tae terlihat sedang memerhatikan foto Kira yang ia tangkap secara diam-diam tanpa diketahui oleh Kira sendiri. Apa sebaiknya aku menelpon Kira, batin Tae sambil melihat nama Kira di kontak hpnya. Namun, Tae lebih memilih mengiriminya sebuah pesan. Ya, babo! Kau sedang apa?, lalu ia menekan tombol send. Semenit kemudian, kira membalas, Aku hanya sedang mengerjakan tugas. Waeyo?. Tae kembali memerhatikan nama Kira di kontak hpnya. Akhirnya, ia menekan tombol call. Kira menjawabnya. Ia menghabiskan separuh malamnya untuk menelpon Kira dan melupakan hal yang baru saja terjadi. Kembali ia membayangkan kejadian itu, kejadian yang dilihatnya saat keluar toko. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya lalu menenggelamkan kepalanya di balik selimut. Ia berharap besok takkan ada kejadian seperti itu lagi.
*****
Keesokan paginya, Kira terbangun dengan setengah mengantuk. Ia harus terjaga sampai larut malam untuk mengerjakan tugasnya dan juga membalas panggilan Tae yang lebih dari sekali. Tae baru berhenti menelponnya ketika jarum panjang sudah di angka tiga. Ketika ia melihat ke arah jam , astaga! Aku telat! Ia cepat-cepat mandi dan hanya mengenakan kaos berwarna abu-abu berkerah dan jeans berwarna hitam. Ia harus memanggil taksi karena tak mungkin lagi ia bisa sampai hanya dengan menggunakan bus. Ah, sial! Hari itu memang hari pertama semua orang bekerja dari liburannya. Sehingga taksi tak ada yang kosong. Tiba-tiba hujan turun dengan derasnya. Ah! Sudah telat,kehujanan hari ini benar-benar sial!, batin Kira. Lima menit kemudian, ia melihat sebuah mobil berwarna hitam kecoklatan lewat dan membunyikan klaksonnya. Kaca mobil itu terbuka. Kira melihat Tae yang mengenakan baju tanpa lengan berwarna putih hitam. “Kira-chan!” Panggil Tae. Kira segera mendekat. Tae lalu membukakan pintu sebelah kanan membiarkan Kira masuk ke mobilnya sambil basah kuyup. “Apa yang kau lakukan?” Tanya Tae. “Aku sedang menunggu taksi kosong lewat.” Jawab Kira. “Lihatlah dirimu, kau basah kuyup. Kau yakin akan pergi ke sekolah dengan pakaian basah kuyup seperti itu? ” “Kau tahu, jarak tempat ini dengan rumahku sangat jauh apalagi sekarang macet. Tak mungkin aku balik lagi untuk mengganti pakaianku.” Ujar Kira. Tae memberinya setumpuk pakaian. “Pakailah dikursi belakang.” Kira mundur dan duduk di kursi belakang. Kira membuka tumpuk pertama. Dilihatnya kaos berwarna hitam berlengan pendek dengan tudung kepala dan resleting putih di bagian tengahnya. Lalu tumpukkan kedua, celana seperempat berwarna dominan putih dan hiasan menggunakan warna hitam. Ia lalu memerhatikan baju-baju tersebut. Ia memiringkan kepalanya, sejak kapan Tae mengenakan pakaian perempuan?, batin Kira. “Tae? Ini baju siapa?” Tanya Kira pada Tae yang sedang menjalankan mobil. “Na! Wae?” “Tak mungkin! Kau tak mengenakan baju perempuan bukan? Ini baju siapa?” Tae menghela nafas. “Harusnya, kuberikan ini kepadamu nanti, karena aku tahu baju-bajumu sedang di laundry. Tapi, ternyata kau membutuhkannya sekarang. Ya sudah! Aku berikan ini kepadamu sekarang.” Jawab Tae panjang lebar. Kira hanya diam lalu mengenakan baju tersebut dan sesekali berteriak kepada Tae bila ia melihat kaca spion. Beberapa menit kemudian, Kira selesai mengenakan bajunya dan Tae kembali mengemudikan mobilnya dijalan yang sesak juga tak terlihat Karen a banyak kabut dan hujan. Kira menempati kursi kosong di sebelah Tae. Tae memerhatikan Kira sekali lalu kembali asik menyetir. “Kau tau? Kalau kau mengenakan pakaian seperti itu setiap hari, aku yakin banyak yang akan menjadi fans-mu.” Ujar Tae. Kira yang sedang melipat baju tidak mendengar dengan jelas apa yang Tae katakan. “Mwo?” Tanya Kira. “Ah, ani!” Jawab Tae singkat. Kira memiringkan kepalanya lalu bertanya pada Tae. “Ya! Kau tadi memanggilku Kira-chan kan?” “Ne, wae?” “Ani, aneh saja mendengar kau memanggilku begitu.” “Kuyakin tomodachi-mu memanggilmu seperti itu di Jepang.” “Tomodachi? Sejak kapan kau bisa berbahasa jepang?”. Tae terdiam sejenak. “Sejak pertama kali kau masuk ke universitas yang sama denganku. Hhehe!”. Kira tak membalas perkataan Tae. Entah kenapa, Kira tiba-tiba melamun. “Aisshhh!!! Kalau seperti ini terus, kuyakin kita datang sangat terlambat!” Hentakan Tae mengagetkan Kira. “Ya! Kalau kau melakukan itu sekali lagi, kubunuh kau!” Ujar Kira. “Melakukan apa?” “Mengagetkanku, dasar babo!” Tae hanya menjawabnya dengan tertawa kecil. “ Kau tahu, kau itu memang gampang kaget. Jadi jangan salahkan aku!” Ujar tae sambil menjulurkan lidahnya. Kira hanya memonyongkan bibirnya.Tae tiba-tiba tertawa.”Ya! Kenapa kau melakukan itu?Bimyou!” ujar tae disela-sela tawanya. “Bimyou? Ah! Kau memang aneh! Kalau kau mengatakan itu lagi didepanku, aku akan berbicara denganmu menggunakan bhsa jepang. Tak peduli kau mengerti atau tidak.” Ujar tae sambil mengacungan jari telunjuknya ke muka Tae. “Coba saja! KIRA-CHAN!” Ujar tae masih berlogat jepang. “ A! Baiklah Tae-kun! Kau yang memulainya!” Kata kira berbahasa jepang. “Ya! Aku cuma bercanda , aku tak mengerti sedikitpun yang kau katakan!” “Ya? Maksudmu panah (ya: bahasa jepangnya panah)? Aku tak punya panah!” Ujar Kira masih menggunakan bahasa jepang yang fasih dan jelas. “Kira-yang, jebal! Berhenti.” Ujar Tae lembut dan memelas. Kira merasa jantungnya berhenti seketika. “Kira? Kira? Yo kira? Gwencanha?” “Ah, na gwencanhayo!” “Euumm, kau suka yaa kupanggil begitu?” Ujar Tae dengan nada menggoda. “Ah, ani! Jangan ge-er!” “Ah, begitu? Padahal kupikir kau suka.” “Kenapa aku harus menyukainya?” Tanya Kira dengan lugu. “Ah, ani!”. Karena, aku selalu menyukai nama apapun yang kaupanggil kepadaku. Aku berharap kau menyukai nama apapun yang kuberikan padamu.
*****
Okeh! Segitu dulu! Ntar gue lanjut! Oke? annyong! X3